Memahami Waktu dan Paradoks Kehendak Bebas akan Kekuasaan Tuhan
Waktu adalah sebuah konsep yang sangat misterius, apalagi dari sudut pandang kita sebagai makhluk yang hidup dalam waktu yang linear. Jalan yang niscaya tidak pernah lurus, tetapi tubuh ini begitu sakit untuk memahami jalanan tanpa ujung dan awal ini. Perjalanan tanpa garis mulai ataupun akhir, tak kiranya tidak lebih dari sebuah cerita omong kosong dari pertunjukan termegah yang membosankan. Mahakarya nan apik, sekalipun pemain-pemainnya tak akan pernah memahami untuk dan bagaimana dirinya ditempatkan disana.
Walaupun setiap hari diri ini dan dirimu biasa mengenal akan waktu ini, tubuh ini tidak benar-benar memahaminya. Kita memahami waktu karena dunia ini terus bergerak dan momen-momen yang terus silih-berganti. Adanya pepatah seperti “Kemarin adalah sejarah, esok adalah misteri dan hari ini adalah anugerah”, tidak lainnya adalah produk dari dari keterbatasan kita memahami sebuah waktu itu sendiri.
Waktu yang berjalan kedepan meninggalkan momen-momen yang terlewat pada masa yang lampau. Peristiwa nan tragedi yang tertinggal biarlah menjadi sejarah. Sebuah kejadian yang tidak mungkin dapat kita perbaiki ataupun sekadar menilik kembali meratapi betapa pahitnya masa lalu yang telah kita lalui. Sesungguhnya kematian terasa begitu dekat daripada masa lalu. Diri ini yang menarik napas seperkian detik lalu, tinggalah masa lalu. Diri ini tidak bisa menarik kembali apa yang telah dilakukan. Momen yang kita rasa begitu jauh sampai tak ada jalan untuk menggapainya dan sungguh memang kematian lebih dekat daripadanya.
Seekor ikan tidak akan memahami bagaimana kehidupan diluar airnya. Tatkala memikirkan apakah dirinya berpikirpun, tidak pernah terlintas dibenaknya. Seperti manusia yang terjebak dalam kubangan waktu yang terus menyeretnya menuju masa mendatang, manusia tidak pernah memahami bagaimana kehidupan diluar waktunya. Tatkala memikirkan apakah dirinya pernah memikirkan waktu diluar waktunya, tidak pernah terlintas dibenaknya.
Masa yang lalu biarlah menjadi sejarah dan masa yang mendatang biar tetap menjadi misteri. Sebuah masa dimana harapan-harapan terbaik bagi para pemujanya mengharapkan skenario terbaik untuk dapat singgah pada dirinya. Harapan yang penuh akan ketidaktahuan dan omong kosong angan-angan para pecinta masa depan. Para arsitek terbaik pembangun jalan-jalan semu tuk menemukan hasrat nan impian yang entah kapan datangnya. Sebuah ketidakpastian yang menggerogoti hati nurani.
Sekalipun masa depan datang mengampiri dirinya, entah bagaimanapun rupa masa depan itu, dirinya kan terus menatap pada apa yang tidak akan pernah bisa berada dalam genggamannya. Diri ini yang masih berharap akan harapan, tak lainnya adalah bentuk bunuh diri dan penyembelihan atas hatinya. Ambisi yang mendarah daging hingga sumsum tulang belakang, dan kiranya masa yang dinantikan hadir tak sesuai apa yang ia harapkan, ia hancur dengan kedalaman yang tidak pernah ada sebelumnya.
Senada dengan hatinya yang gundah gulana, kesadaran ini hancur mencari-mencari sebuah cita-cita nan angan baru. Jalan-jalan baru untuk dilalui dan mengharap ujung yang terbaik. Sungguh harapan ini mencekik ulu hati ini. Kembali lagi diri ini jatuh ditempat yang sama, lagi dan lagi. Apa yang menunggu didepan kabut ketidakpastian masa depan, memanglah diluar kemampuan tubuh ini mencerna. Entah baik atau buruk, harapan kan selalu menggerakan manusia tuk bergerak.
Semua orang dan tanpa terkecuali terbawa arus aliran waktu yang sama, berharap kan ada kejutan-kejutan kecil ditiap kelokan sungai waktu. Sungguh diri ini berharap kelokan selanjutnya adalah yang terbaik untuk diri ini. Akan kebajikan arus yang kian deras ini menghampiri diri ini. Setidaknya jika kebajikan tidak dapat menemui setiap insannya, izinkanlah muara waktu ini dengan ketenangan. Izinkan diri ini lepas dari ikatan waktu yang mengekang ini dengan kelembutan akan kematian.
Eksistensi Waktu
Apakah waktu kan tetap berjalan disaat eksistensi kita menghilang? Akankah waktu berjalan dengan aliran yang sama pada setiap individu-individu yang hidup didalamnya? Bisakah waktu yang tak terasa terasing ini berdiri dengan sendirinya? Dapatkah waktu tetap eksis tanpa ada seseorang yang memikirkannya? Apakah waktu adalah adalah sebuah entitas, dan sebuah entitas yang independen?
Begitu banyak yang diri ini ingin tanyakan pada waktu. Itupun jika memang waktu adalah eksis benar adanya. Selagi diri ini memikirkan apakah waktu sendiri adalah ada, diri inipun ragu apakah diri ini dan semesta disekelilingnya adalah ada. Kita yang yakin dan mereka yang tidak yakin, tidak mempunyai cukup bukti untuk membuktikan perkataan mereka sendiri. Bagaimana diriku memiliki hak untuk mengatakan bahwa waktu itu ada/tidak ada, jika diri inipun tidak yakin akan eksistensinya sendiri.
Setidaknya, mari berandai-andai bahwa semua hal yang tampak pada indra adalah benar adanya. Apa yang kita lihat adalah apa benar-benar ada disana. Kita yang merasa, mendengar, dan melihat sesuatu diluar maupun diri kita adalah memang ada sesuatu untuk dirasa, didengar, dan dilihat. Terlepas apakah indra kita membohongi kita atau tidak. Walau bisa saja apa yang kita rasa, dengar, dan lihat adalah sesuatu yang tidak benar-benar kita rasa, dengar, dan lihat.
Jika apa yang kita rasakan didunia ini adalah eksis, apakah waktu juga memiliki tempat yang sama. Bisakah kita merasa, mendengar, dan melihat akan waktu? Ataukah waktu hanya produk atas setiap perubahan yang kita manusia alami? Kita memahami waktu karena setiap momen yang hadir dalam hidup menjadikan waktu itu berarti. Namun, ketika tidak ada momen-momen yang silih-berganti, maka waktu kehilangan akan maknanya. Antara momen silih-berganti yang memaknai waktu atau sebaliknya waktulah yang memungkinkannya ada momen-momen silih-berganti tersebut.
Kita berandai-andai semua yang dapat kita rasa, dengar, dan lihat tiba-tiba sirna dan berada kekosongan sebelum semesta ini hadir, akankah waktu itu eksis? Waktu yang terus bergulir berarti momen dan peristiwalah yang bergulir. Namun, jika objek-objek yang menyebabkan perisitiwa itu nihil, bukankah waktu sendiri juga berhenti? Atau waktu kan tetap berjalan sekalipun dunia ini nihil kepada kekosongan?
Diantara banyak pemikiran akan waktu, ada orang yang begitu gila untuk beranggapan bahwa waktu hanya berjalan disekitar dirinya. Seakan dunia ini adalah dunianya. Layaknya aktor utama dalam sebuah sinema dimana dunia berkutat dan berpusat pada dirinya seorang. Waktu mengalir mengikuti kemana dirinya pergi. Waktu yang berjalan ditempat pada satu individu, sedangkan diluar individu tersebut hanyalah benar-benar kekosongan atau mungkin objek-objek diam yang tak memiliki momen-momen bergerak.
Pandangan tersebut bukanlah hal yang gila mengingat setiap kemungkinan adalah punya peluangnya sendiri. Paradigma-paradigma akan waktu hanyalah asumsi dari setiap orang yang mencoba memahami, tetapi tak satupun memberikan bukti yang dapat disepakati bersama. Entah waktu hanyalah sekadar konsep yang lahir dari pemaknaan manusia akan peristiwa yang berubah atau memang waktu berdiri sendiri tanpa ada manusia yang memaknainya, semua pandangan manusia memiliki kemungkinan nan peluangnya sendiri. Sekalipun yang mustahil, tetaplah tidak bisa kita katakan nol kemungkinan.
Ilmu pengetahuan sendiri tidak benar-benar setuju pada satu kesepatan yang sama jika kita berbicara tentang waktu. Ada mereka yang percaya bahwa waktu berjalan linear nan absolut tanpa terpengaruh akan ruang. Lainnya berkata waktu dan ruang adalah satu dan waktu dapat dibengkokkan oleh ruang. Adapun sains terbaru merombak kembali pemahaman kita akan waktu yang telah kita kenal dalam mekanika klasik ataupun mekanika relativitas. Pemahaman dan pandangan kita akan waktu akan terus berubah mengingat betapa runyamnya eksistensi waktu itu sendiri dari sudut pandang kita yang terbatas.
Perspektif Tuhan akan Waktu
Aaahhhhh sungguh kenikmatan akan nafas yang diberikan pada tubuh ini. Sungguh bahagianya diri ini untuk berada pada ladang gersang semesta ini. Begitulah yang mungkin akan dikatakan bagi setiap makhluk yang masih hidup. Dengan kebanggaan yang begitu congkaknya dan dada yang membusung, menyombongkannya pada mereka yang telah mati. Aku hidup-aku hebat-kalian yang mati tidak sepadan denganku. Begitulah yang dikatakan makhluk yang diperbudak oleh kehidupan.
Mereka mengagungkan kehidupannya seakan masa depan adalah jalan yang dapat mereka tentukan sendiri. Bersandar pada waktu sekarang dengan kaki menyilang meminum segelas kopi memandang masa depan yang cerah dengan seribu jalan untuk mencapai tujuan yang dipandang pantas untuk didapat. Begitu naif manusia ini dengan kepercayaan dirinya yang meluap-luap. Sayangnya semesta akan menertawakannya atas ketenangan dan juga atas kepanikan mereka dalam menghadap masa yang akan menjemput.
Diri ini memang begitu sibuk menadah masa depan. Yang satu kan berjuang mati-matian untuk hidup dan yang lainnya mati-matian ketakutan mencoba untuk menerawang masa yang akan datang. Namun, bagaimana jika aku bilang ada sebuah entitas yang sungguh maha luar biasa yang berada diluar aliran waktu ini. Entitas yang tidak lagi menatap masa depan sebagai prospek. Entitas yang tidak lagi khawatir akan bagaimana masa lalu yang menganggu dari belakang atau masa akan datang yang menerkam dari depan.
Entitas tertinggi dan yang maha segalanya, tuhan.
Bagaimana kita melihat waktu sangatlah terbatas dan tidak termungkinkan. Kita hanya memahami waktu karena dunia ini secara perlahan mati. Perubahan yang ada memberikan kita konsep akan waktu. Namun, bagaimana jika hanya kehampaan yang mengisi kekosongan semesta, apakah waktu kan tetap ada? Dan tentunya juga kita tak mampu untuk melihat masa yang akan mendatang. Sekalipun kita mampu, sebuah konsekuensi yang mengikutinya akan meledakan otak kita.
Kita makhluk yang hanya hidup dimasa sekarang, jika kita diberikan kesempatan untuk mengetahui jalan hidup kita sendiri sampai dengan kematian, akankah kita akan tetap mengikuti arus hidup yang kita lihat? Ataupun jika kita memutuskan jalan kita sendiri menyalahi penglihatan masa depan kita, apakah kita sebelumnya sudah tahu bahwa kita akan berubah pikiran kedepannya? Dan apakah kita sebelumnya lagi juga mengetahui kita berpikir akan berubah pikiran mengetahui kita akan berpikir untuk berubah pikiran dimana nantinya kita berpikir akan berpikir nantinya kita akan berubah pikiran?
Maka untuk menjawab konsekuensi yang tidak bisa dipahami manusia, sebuah konsep akan entitas tuhan hadir. Tuhan yang maha mengetahui tentunya sangat mampu untuk melihat masa depan manusianya. Dalam pandangan-Nya masa depan, masa sekarang, dan masa yang akan datang adalah satu. Lebih daripada itu, konsep waktu pada tuhan sendiri adalah bentuk dualitas tersendiri. Tuhan seakan-akan berada pada luar konsep akan waktu. Namun, jika tuhan melihat akan takdir kita, layaknya melihat aliran melingkar tanpa awal dan akhir dimana ketetapan dan perubahan yang ada, tidak lainnya adalah jalan cerita yang harus dilalui manusia.
Kemampuan tuhan dalam melihat masa yang akan mendatang pada setiap manusia kan membentuk konsep yang disebut sebagai takdir. Hadirnya takdir pada kehidupan manusia berarti setiap tindakan terkecil sampai inti atomnya adalah ketetapan tidak terelakan yang harus ditempuh setiap manusianya. Masa depan yang teramal dan takdir yang menggenggam, maka kehendek bebas yang tersisa hanyalah ketidakmungkinannya. Kehendak bebas yang tidak bisa digenggam setiap ciptannya. Fatamorgana kehendak bebas dengan balutan kebebasan yang mengekang.
Kita sungguh berpikir bahwa kita memiliki kebebasan, tetapi apa yang terjadi dibelakang layar tidaklah begitu. Dirimu yang berpikir atas kehendak diri sendiri, tidak serta merta adalah dirimu menggerakan, melainkan tuhan dengan kemampuannya yang mengetahui segala yang akan datang pada dirimu dan diriku. Hatimu yang terdalam dan benakmu yang paling tersembunyi, sesungguhnya bentuk kehendak tuhan dan bukannya dirimu. Sungguh sesat jika diriku dan dirimu mengatakan kita bergerak karena diri sendiri, dan sungguh batin ini hanyalah pajangan dalam menggerakan kepastian momen-momen yang runtut.
Mereka yang sesat untuk berpikir kehendak bebas bersinggang pada dirinya, tidak pernah sekalipun berpikir tentang betapa paradoksnya hal itu terhadap pandangan tuhan akan waktu. Tatkala memang ada kehendak bebas, maka berarti tuhan tidaklah maha tahu dan maha kuasa. Hal ini berarti setiap peritiwa dan tragedi yang kita kan lalui walau begitu acaknya, tuhan harus tahu apa yang kan terjadi karena ia maha tahu. Sebaliknya, jika tindakan kita yang acak saja tuhan tidak ketahui, maka tuhan tidaklah maha tahu.
Layaknya waktu, bentuk kejahatan dan kebaikan yang kita pahami sangatlah berbeda dengan apa yang tuhan lihat. Jika tuhan maha tahu, itu artinya yang kita sebut sebagai kejahatan adalah produk tuhan juga. Mereka yang menyangkal bahwa kejahatan berasal dari kehendak manusia yang jahat, berarti tidak mengakui bahwa tuhan maha tahu. Saat seseorang benar-benar memiliki kehendak bebas untuk melakukan kejahatan, apakah terlebih dahulu tuhan sudah mengetahuinya? Jika tuhan tidak mengetahuinya, maka tuhan tidak maha tahu. Jika tuhan mengetahuinya maka kehendak bebas ialah omong kosong belaka.
Kehendak bebas adalah tidak ada dan setiap zarah bergerak dengan keteraturan yang sudah tertulis jauh sebelumnya. Setiap zarah dalam kebingungan kuantum, karena tuhan yang maha tahu maka probabilitas-probabilitas yang tidak lagi kemungkin, melainkan sudah kepastian tuhan ketahui. Pertanyaan turunan pun hadir dari ketiadaan kehendak bebas bebas yang nihil. Jika semuanya sudah tuhan ketahui dari awal hingga akhir ujung masa semesta, mengapa tuhan tetap menciptakan semesta ini? Apakah tuhan juga terjebak akan paradoks kehendak bebas dan waktunya sendiri?
Diri ini begitu sakit dan serba kekurangan untuk melihat apa yang bisa dilihat tuhan. Diri ini begitu sakit mengetahui dirinya tidak mengetahui apa-apa atas eksistensinya. Diri ini begitu kekurangan di padang ruang dan aliran waktu untuk mencoba memahami diluar ruang dan waktu.